Review Buku Revolusi dari Secangkir Kopi Karya Didit Fotunadi

Review Buku Revolusi dari Secangkir Kopi


Buku Revolusi dari Secangkir Kopi memberikan daya tarik tersendiri untuk membacanya. Membaca buku ini, mengingatkan kita kembali peran dari seorang Mahasiswa. Sudahkah Mahasiswa menerapkan Tridarma Perguruan Tinggi???

Judul Buku: Revolusi dari Secangkir Kopi

Penulis: Didik Fotunadi

Penerbit: Mizan

Harga: Rp. 75.000,00

Tebal: 446 Halaman

Cetakan I: September 2014 

Review Buku Revolusi dari Secangkir Kopi

Buku ini sebenarnya lebih kepada novel, yang berisi potret kehidupan anak muda di zaman orde baru. Bagaimana mahasiswa menumbangkan rezim orde baru kemudian mengawal reformasi. Pembungkaman, penculikan, pembunuhan yang sampai saat ini kita tidak tahu siapa dalang dibalik itu?

Si penulis dalam buku ini menjadi centra yang menceritakan kisah nyata dalam perjalanan hidupnya. Ada berbagai polemik yang terjadi, berawal dari kejadian didesanya dimana keturunan PKI yang tidak mendapatkan perlakuan yang sama dari negara. 

Memasuki dunia kampus kemudian dihadapkan dengan dinamika kemahasiswaan yang penuh dengan gejolak, kaderisasi, denyut demonstrasi, persahabatan, konflik batin, dialektika pikiran.

Ada bagian yang saya garis bawahi dan menurut saya itu bagian yang menarik bahwa sistem kaderisasi yang terbaik pada saat itu hanya dimiliki oleh 4 institusi yaitu PKI, ABRI, Kaderisasi Kemahasiswaan, dan Kaderisasi gaya Masyumi. 

1) Mengapa PKI berada pada urutan pertama? karena PKI dalam waktu singkat mampu mengembangkan cengkeraman keseluruh pelosok negeri, siap mati dengan paham komunisnya; 2) ABRI dengan keunggulan bagaimana fokus mematuhi perintah atasan, setia kawan, bela negara, sistem komando, dan jiwa Korsa yang menjadi inti kekuatan; 3) Kaderisasi kemahasiswaan  berupa sistem dengan disiplin tinggi sehingga terbentuk setia kawan, jiwa Korsa ditanamkan, proses brain washing yang dipadukan dengan ketegasan, manajemen konflik diajarkan, diskusi, bernegosiasi, menerapkan pendekatan AKABRI plus cendekiawan; 4) Kaderisasi gaya Masyumi dimana santri terkader hafal diluar kepala ilmu tata bahasa arab paling dasar, belajar kitab kuning, fikih, ilmu pendukung sebelum berani memaknai Al-Quran dan Hadist. Itulah yang menjadi pembeda alumni kaderisasi pondok dengan kelompok Islam instan yang banyak bermunculan.

Yang menjadi point penting bahwa kekuatan dari Kaderisasi Kemahasiswaan telah berhasil menumbangkan Rezim Soeharto sebagai Presiden RI pada saat itu. Semoga semangat itu masih dimiliki oleh Mahasiswa yang ada saat ini, dan dimasa yang akan datang, dalam mengawal bangsa ini.

Sebagaimana aturan kepemimpinan dalam novel ini: 

Kekuatan utama gerakan mahasiswa bukanlah pisau tajam atau senapan, tapi moral dan hati nurani.

Ketika moral dan hati nurani telah begitu menyatu dan mengkristal bulat, tak ada senjata apapun yang mampu menghadangnya, tak ada tembok yang tak bisa dirobohkan. Ketika keadilan dikebiri hanya ada satu kata, Lawan!!!

Tentang Penulis Revolusi dari Secangkir Kopi

Didik Fotunadi merupakan penulis yang lahir di Blitar, lulusan dari ITB jurusan Teknik Geologi. Sejak menjadi mahasiswa, mulai menceburkan diri di dunia aktivis. Pernah menjabat sebagai ketua dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. 

Walaupun akrab dengan isu-isu publik, Didik tidak terjun dalam dunia politik praktis. Lebih memilih berkarir sebagai profesional dalam perusahaan tambang, tapi dunia seni dan sosial tetap ditekuninya. Memberikan keterampilan kepada warga pelosok secara sukarela. 

Novel Revolusi dari Secangkir Kopi merupakan novel perdananya.

Next Post Previous Post
1 Comments
  • Anonim
    Anonim 5 November 2020 pukul 15.47

    Informasi bukunya sangat bermanfaat, saya jadi tertarik untuk membaca buku ini.

Add Comment
comment url